GIANYAR, MEDIAPOLRINEWS – Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Gianyar mempertanyakan sikap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klungkung terkait pengabaian klaim ganti rugi 25 warga atas tanah seluas 53 hektare yang digunakan untuk Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB). Lahan tersebut, yang sebelumnya merupakan eks galian C, diklaim warga sebagai hak milik mereka meski belum bersertifikat.
Ketua GTI Kabupaten Gianyar, Pande Mangku Rata, menyatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari warga di empat desa, yakni Desa Gunaksa, Sampalan Kelod (Kecamatan Dawan), serta Desa Tangkas dan Jumpai (Kecamatan Klungkung). Mereka mengaku memiliki bukti kepemilikan berupa dokumen pajak (IPEDA dan PBB) sejak 1986 hingga 2020, surat sporadik yang disahkan kepala desa, serta dokumen permintaan data dari BPN untuk proses ganti rugi.
“Ironisnya, BPN Klungkung menolak menerbitkan rekomendasi ganti rugi dengan alasan bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat legalitas formal,” tegas Pande, Jumat (20/6).
Warga sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Semarapura, namun ditolak pada 16 Mei 2023 karena ketidakmampuan menunjukkan batas lahan secara jelas. Pande mempertanyakan logika putusan tersebut.
“Apakah mungkin seseorang bisa menunjukkan batas tanah yang sudah tertimbun lahar Gunung Agung sejak 1963? Padahal, ada peta blok yang membuktikan keberadaan lahan tersebut,” ujarnya.
GTI mendesak BPN Klungkung dan pihak terkait memberikan klarifikasi mengenai alokasi dana ganti rugi senilai Rp142 miliar untuk tanah 53 hektare tersebut. “Siapa yang menerima dana itu jika bukan 25 pemilik yang tercatat? Ini harus diungkap untuk mencegah indikasi penyalahgunaan wewenang atau KKN,” tegas Pande.
GTI menekankan pentingnya transparansi dalam proyek strategis seperti PKB untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan secara hukum maupun sosial. Hingga berita ini diturunkan, BPN Klungkung belum memberikan tanggapan resmi.
(Jro’budi)
Editor: Zen