• Rab. Nov 19th, 2025

Media Polri News

Cepat Tepat Akurat

BOGOR, MEDIAPOLRINEWS – Sebuah sengketa tanah warisan melibatkan seorang warga, Linan, dan seorang pengusaha pemborong buah sawo, Haji UJ inisial menyita perhatian publik. Linan, sebagai ahli waris sah dari almarhum Ayan bin Guto sebagai perwakilan dari 6 saudaranya, menuntut pengakuan atas kepemilikan sebidang tanah seluas 1.248 meter persegi yang diduga diklaim oleh Haji yang berinisial UJ. Selasa, (21/10/2025).

‎Berdasarkan pernyataan resmi Linan, anak bungsu dari tujuh bersaudara dari mendiang Ayan bin Guto, Tanah kake nya Linan seluas 7.000 meter persegi telah dibagikan kepada saudara kandung almarhum ayan bin Guto. Namun Bagian orang tua Linan seluas 1.248 meter persegi di Blok 031, beserta 7 pohon sawo, Ia telah diwasiatkan langsung oleh almarhum ayan bin Guto sebelum wafat. Linan menegaskan, orang tuanya menyatakan tanah tersebut “tidak pernah diperjualbelikan.”

‎”tong (Nak) urus tanah Abah yang 1248 meter itu jatah kamu, suatu saat juga nanti ada orang baik yang mau membantu”,Kata Linan menyampaikan pesan orang tuanya ayan bin Guto.

‎Bahkan kata Linan, Orang tua saya pernah menyampaikan amanah bahwa tanah waris buat saya tidak pernah di jual belikan”,ujarnya.

‎Haji UJ, yang sebelumnya dikenal sebagai pemborong buah sawo dari keluarga tersebut, diduga mulai mengklaim tanah milik Linan tersebut. Klaim ini disebutkan Linan berdasarkan persetujuan dari Pemerintah Desa setempat.

‎Menurut Linan, Pada tahun 2020, Linan telah mencoba mediasi di kantor desa. Namun, pertemuan tersebut dinilai tidak efektif karena tidak dihadiri oleh Kepala Desa Mampir dan hanya dihadiri oleh Sekretaris Desa yang dinilai tidak memberikan tanggapan.

‎”Dulu pernah dikumpulin di kantor desa cuma ada sekdes, dikarenakan sekdes tidak tahu apa apa dia diem membisu gak menanggapi”, terangnya.

‎Kejadian ini memantik sorotan publik. Lantaran pihak ahli waris selaku pemilik tanah meminta ketegasan kepada pemerintahan desa mampir untuk segera menyelesaikan persoalannya.

‎Bahkan Linan secara tegas menantang Haji Uj Inisial untuk membuktikan kepemilikan tanah dengan dokumen sah, seperti Sertifikat Hak Milik atau bukti pembelian. Linan menyangkal adanya transaksi jual-beli, menyebutkan bahwa bukti pembayaran maupun kwitansi bermaterai tidak pernah ada. Ia bahkan menuding tanda tangan pada segel yang diajukan pihak terkait palsu.

‎”Buktinya sini bawa seperti PH nya, sertifikat nya sekalian bawa kalau dia sudah beli, bukti pembayaran aja tidak punya, ada segel juga apaan itu mah segel palsu karena tidak ada saksinya tidak ada tanda tangan”, tegasnya.

‎Keluarga ahli waris mengungkapkan adanya kejanggalan pada Letter C. Pada tahun 2020, Letter C masih atas nama Ayan bin Guto, namun pada tahun 2025 kepemilikannya berubah. Linan mencurigai adanya pihak di dalam desa yang berperan dalam perubahan data ini. Ia juga menduga ada kolusi serta keterlibatan Kepala Desa Mampir dalam kasus ini, meskipun dugaan ini masih memerlukan investigasi lebih lanjut.

‎”Saya tanya semua saksi yang ada di buku tersebut tidak ada yang merasa tanda tangan”,jelasnya.

‎Keluarga ahli waris ayan bin Guto pernah mendatangi rumah kepala desa di tahun 2020 membuka leter C atas nama Ayan Bin Buto. Namun, di tahun 2025 Leter C berubah kepemilikan. “Sekarang sudah berjalan selama lima (5) tahun seharusnya terungkap siapa yang merubah Karena yang dapat merubah Leter C ya hanya orang desa”,ujarnya.

‎Masih di tahun 2020 Linan juga mengungkapkan kekesalan kepada kepala desa yang meminta SPPT Asli atas nama orang tuanya, meski sudah di foto copy ,

‎”Pas saya masih jadi linmas di desa mampir, kan SPPT atas nama bapak saya pas mau urus malah di pinta sama pakades yang aslinya saya pegang foto copy, sudah lima tahun belum kelar”,ucapnya.

‎Selain itu, Ia juga merasa dipaksa untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Linmas Desa saat berniat mengurus surat keterangan ahli waris.

‎”Saya minta kumpul di tahun 2020 itu untuk membuat keterangan ahli waris namun malah disuruh buat surat mengundurkan diri dari linmas”, terangnya.

‎Ironisnya, Linan mengaku menerima tiga kali somasi dari pengacara Haji UJ dengan keterangan yang berbeda-beda.
‎”Saya sudah tiga (3) kali di somasi oleh kuasa hukum Haji Uj, awalnya (Somasi ke 1) salah blok 033″,kata Linan.

‎Pihak terkait mengklaim sudah membayar namun tidak ada bukti pembayarannya, “Dia ngakunya beli tahun 1995 tapi mana buktinya, bukti kwitansi nya tidak ada, terus pelunasan 10 juta yang katanya disaksikan langsung oleh keluarga saya Kaka saya, ipar juga namun tidak punya bukti pembayaran nya, bahkan keluarga saya tidak pernah menyaksikan adanya pembayaran tersebut. Kata saya pak haji kalau tahun 1995 kwitansi di atas materai itu sudah ada kalau pak haji beli,”jelasnya. Lanjutnya, “kan tahun 1995 itu kwitansi dan materai itu sudah ada. Nah pas saya gituin kan nangis pak hajinya pada saat itu di desa”,ungkap linan

‎Lebih lanjut Linan mengungkapkan dihadapan H. UJ pihak yang klaim tanah waris dari ayan bin Guto, “kan saya mah gak tahu tanah saya di akuin sama pak haji yang saya tahu itu hanya pohon sawo doang pak haji yang suka ngeborongnya ke teteh saya, nah sekarang kenapa tanah saya di akuin, nangis itu dia (red) didesa. Kalau lurahnya (Kepala Desa) hadir pada saat itu saya yakin pasti beres, saya curiga kades yang bermain”,ujarnya lagi.

‎Selanjutnya, Beberapa bulan lalu, terjadi pertemuan tidak terduga di lokasi kebun antara Linan dan Haji Uj. Saat ditanya Linan, Haji Uj disebutkan menjawab bahwa persoalan tanah tersebut “sudah beres” dengan Kepala Desa. Pernyataan ini semakin menguatkan kecurigaan Linan.

‎”kemarin kan saya ketemu pak haji di kebon pas kebetulan saya beres pasang plang, dia lewat saya lagi duduk. Saya tanya ke pak haji, mau kemana pak haji kata saya, pak haji UJ jawab mau lihat sawo. Kemudian kata saya, sawo siapa ? Ini mah sawo saya pak haji, kenal gak sama saya ini saya Linan. Ini tanah saya gimana ini urusannya.”Ucap linan.

‎Masih kata Linan, “Pak haji UJ jawab udah beres katanya sama pakades, kata saya beres gimana, gak ada yang datang kerumah saya. Pas di gituin eh pak hajinya langsung pulang, dia kabur”,ungkapnya.

‎Linan, selaku pihak ahli waris yang merasa dirugikan, menuntut Kejelasan Hukum. Pembuktian dokumen kepemilikan tanah yang sah dan lengkap dari pihak Haji Uj.

‎Linan juga meminta ketegasan dari Pemerintah Desa (PEMDES MAMPIR). Pemerintah Desa Mampir untuk segera menyelesaikan sengketa ini secara transparan dan adil. Diadakannya kembali mediasi dengan kehadiran dan komitmen penuh dari Kepala Desa Mampir, yang dinilai vital untuk penyelesaian.

‎Hingga berita ini diturunkan, upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak Haji Uj serta Pemerintah Desa Mampir belum membalas dan tidak mendapatkan tanggapan resmi.

‎Sengketa tanah warisan Linan, menyoroti pentingnya kepastian hukum dan dokumen yang akuntabel dalam hal kepemilikan tanah. Pernyataan tegas dari ahli waris serta dugaan kejanggalan administratif dan keterlibatan pejabat desa menuntut penyelesaian yang profesional, objektif, dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

‎Bersambung…….

(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *